- molen wrote:
- senior2 yang lebih berpengalaman, mohon jawabanya donk..
A dan B membuat suatu perjanjian, seiring waktu A merasa perjanjian tsb tidak menguntungkan bagi dirinya, dan mau batalin perjanjian tsb, B menolak. A mau minta penetapan pengadilan buat membatalkan perjanjian tersebut.
Perjanjiannya sendiri sudah berlaku sejak di ttd sama para pihak, tp perjanjian tsb belum dijalankan oleh kedua belah pihak. 1266 dan 1267 ga di kesampingkan oleh pihak, jadi masih berlaku.
nah, A punya alasan ga ya buat minta penetapan ke pengadilan?
Waahhh… Menarik juga nih… bisa nimbrung gak ngeluarin opini…
Hmmm… utk kasus agan Molen, mari kita kaji satu per satu.
pmbatalan suatu prjanjian / kontrak, dpt trjadi krn adanya dua hal, yaitu dimintakan pmbatalannya kpda pngadilan (tdk trpenuhinya syarat subjektif), atau krn prjanjian trsebut batal demi hukum (tdk trpenuhinya syarat objektif). Mlihat kasus agan molen, A mmtuskan utk mminta pmbatalan prjanjiannya dgn si B. oleh krnnya, yg mnjadi focus pda strategi si A utk dpat mmbatalkan prjanjian trsebut adalah “tidak trpenuhinya syarat subjektif” yg mnurut pasal 1320 BW ialah kesepakatan dan kecakapan para pihak.
1. Kesepakatan.
Hal yg hrus dprhatikan agar prjanjian dikatakan sah ialah krn adanya kesepakatan (meeteng of minds) yg harus dilakukan scra fair. Bilamana prjanjian itu dlakukan dgn adanya unsure penipuan (fraud), kesalahan / kekhilafan (mistake), paksaan (duress) [vide: Pasal 1321 – Pasal 1328 KUHAPerdata), atau dlm prkembangannya muncul satu unsure lgi, pnyalahgunaan keadaan (undue influence), mka prjanjian trsebut mnjadi tdk sah dan dpat dbatalkan. Jika agan Molen memilih unsur Kesepakatan ini sbgai landasan strategi utk mmbatalkn prjanjian, mka mari kita mngkaji lgi satu prsatu dari elemen fraud, mistake, duress, n undue influence.
a. Penipuan (fraud)
Stiap org yg dgn sengaja mngajukan gambaran yg salah kpd org lain utk memasuki hubngan prjanjian disebut penipuan. Utk itu, pihak yg tertipu hrus brsandar pada gambaran yg salah tdi, n apabila mnimbulkan krugian, maka si penipu wjib mmbayar ganti rugi. Jika sekiranya si tertipu (A) tahu bhw objek prjanjian tdk sesuai yg digambarkan oleh si penipu (B), mka A tdk akan mnutup / mmbatalkn prjanjian.
b. Kesalahan / kekhilafan (mistake)
Mistake terjadi apabila dua pihak mngadakan prjanjian dgn fakta atau asumsi yg salah, shingga salah satu atau masing2 pihak dpat mmbatalkan prjanjian stelah dketahui fakta yg sbenarnya. Contoh: B sdang mmbangun Rumah Toko (Ruko) yg dibangun di tengah jalan jend. Sudirman, Jakarta. Ruko trsbut nntinya akan disewakan, dan si A trtarik utk menyewanya slama 1 tahun utk dgunakan sbgai kantor. Prjanjian pun trjadi. Dlam proses ksepakatan prjanjian, B myakinkan A bhw pmbangunan Ruko trsebut akan brakhir awal Juli, dan Agustus sdh layak pakai. Maka dituangkanlh dlm klausul prjanjian bhw A mnyewa ruko B dari tanggal 1 Agustus 2011 hingga 31 Juli 2012. Tpi knyataannya, mmasuki awal bulan agustus, ruko trsebut selesai dibangun. Maka A dpat mminta pmbatalan prjanjian trsebut.
c. Paksaan (duress)
Duress trjadi apabila salah satu pihak lain “trpaksa” mnyetujui prjanjian dgn dprhadapkan pada ancaman pnjara, jiwa, atw badan yg dpat asja dlakukan trhdap dirinya, kluarganya, dan ancaman tdk bsifat fisik lain sprti ancaman mmbuat bangkrut atw tdk mndpat deviden yg mnjad haknya, atau dlm bntuk duress yg sring trjadi, sprti bila salah satu pihak mngancam akn mlanggar prjanjian apbila satu atw lbih klausul dlm prjanjian tdk diubah dmi keuntungannya, atau bila tdk dibuat kontrak baru. Apabila A mndapatkn paksaan sprti ini dari si B, maka A dpat mmbatalkan prjanjian trsebut.
d. Penyalahgunaan keadaan (undue influence)
Pada hakikatnya, undue influence brtumpu pda 2 (dua) hal, yaitu pnyalahgunaan keunggulan ekonomi dan pnyalahgunaan kejiwaan. Penyalahgunaan keunggulan ekonomi trletak pada ktidakseimbangan kkuatan dlm mlakukan tawar-menawar atau prundingan antara pihak ekonmi kuat trhdap pihak ekonomi lemah. Ada dua prsyratan dlm pnyalahgunaan ini, yaitu satu pihak mmpunya keunggulan ekonomis dan pihak lain trpaksa mngadakan / mnyetujui prjanjian. (bgmna dgn prjanjian yg mmuat klausul baku ya? hehe
). Dlm kasus ini, saya jg masih bingung apbila prjanjiannya mrupakan prjanjian dgn klausul baku.
Pnyalahgunaan kjiwaan trjdi apbila salah satu pihak mnyalahgunakan ktergantungan relative atw keadaan jiwa yg istimewa dari pihak lain. Pihak yg dirugikan dibujuk utk mlakukan prbuatan hukum yg sama skli tdk diinginkannya. Contoh, A sblum mlakukan prjanjian dgn B, tdk trtarik utk mngadakan prjanjian. Namun, konsultan bisnis A yg bisa dikatakan org kpercayaannya mmbujuk A sdemikian rupa agar mau mlakukan prjanjian dgn B. blakangan hari, brulah dketahui bhw konsultan bisnis si A mrupakan kakak kandung dari istri ke-5 si B. mka atas alasan itu, prjanjian dapat dimintakan pmbatalannya.
Dari keempat elemen di atas (fraud, mistake, duress, n undue influence) yg akan digunakan sbgai landasan strategi agar prjanjian antara A dan B dpat dibatalkan, ditentukan pada kekuatan alat bukti (mnurut Hkm Acara Perdata) di sidang pengadilan yg wajib dibuktikan oleh pihak yg mau mmbatalkan (A). saya pikir agan Molen dpat brimprovisasi guna mngumpulkan alat2 bukti trsbut dlm mmbela kpentingan si A. krn si A mrupakan klien agan Molen.
2. Kecakapan
Unsure ksepakatan sdh kita bahas, skrg kita msuk pda unsur Kecakapan. Kecakapan bertindak mrupakan kecakapan atau kemampuan utk melakukan prbuatan hukum. Org yg akan mngadakan prjanjian hruslah cakap dan wenang utk mlakukan prbuatan hukum, sbgmna dtentukan oleh undang-undang. Org yg cakap / wenang utk mlakukan prbuatan hukum ialah org dewasa. Ukuran kedewasaan mnurut BW ialah 21 tahun dan/atau sdh menikah. Sedangkan org yg dianggap tdk cakap mlakukan prbuatan hukum (Pasal 1330 KUHAPerdata) ialah anak dibawah umur, org yg ditaruh dibawah pengampuan, dan istri (dicabut melalui SEMA No.3 / 1963). Kmbali kpda pokok prsoalan agan Molen. Saya yakin bhw si A dan si B yg melakukan prjanjian itu bukan anak2 atau bukan org yg brada dibawah pngampuan. Tpi mngkin saja dia brada pada usia 18 tahun ke atas. Kita berasumsi saja. Jika A berusia 19 tahun dan blum menikah mlakukan prjanjian dgn B yg brusia 25 tahun, dan bntuk prjanjian trsbut adlah prjanjian di bawah tangan, mka pihak A dpat mmbatalkan prjanjian trsebut dgn alasan A blum mncapai umur 21 tahun dan blum menikah. Akan tetapi, apbila prjanjian trsebut dilakukan dalam bntuk akta dibawah tangan yg didaftar (weermaken) atau yg dilegalisasi oleh notaris/pejabat yg brwenang, atau pun dlm bentuk akta otentik, yah berbau-bau notaris lah maka prjanjian trsebut tidak dpat dibatalkan, karena menurut Pasal 39 UU 30 / 2004 (UU Jabatan Notaris) pada pokoknya ditentukan bhw syarat utk mnghadap ke notaris ialah paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dn cakap melakukan prbuatan hukum. (utk prmasalah umur ini, spertinya prlu dibukakan diskusi trsendiri deh..)
Tambahan lagi, agan Molen lbih baik gk usah mmakai alasan wanprestasi, krn dlm pmaparan agan, “kedua pihak” sama2 blum melakukan sesuatu sbagai prestasi dari prjanjian yg dibuatnya. Klo diajukan tuntutan wanprestasi, mka pihak B dgn mudah mnangkis tuntutan itu, yaitu dgn mnggunakan tangkisan axceptio non adimpleti contactus (wanprestasi trjadi krn pihak lain jg wanprestasi > sama2 tidak melakukan prestasi).
Demikian dari saya…. Silahkan agan molen memilih strategi apa yg hrus diambil utk mngurus kpentingan klien agan…
Maaf, klo kpanjangan.. sy hnya mngeluarkan apa yg sy ketahui, yg mana ilmuku msih sngat jauh lbih sdikit dbandingkan dgn senior2 dlm forum ini..
Salam hormatku.